Enam batu nisan kuno ditemukan dalam penggalian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kawasan Pasar 16 Ilir Palembang. Untuk mengungkap sejarahnya, penelusuran zuriat atau keturunannya perlu dilakukan. Saat ini, enam nisan bertuliskan bahasa Arab Melayu itu masih disimpan di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Berdasarkanbatu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia diperkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari. answer choices . Arab. Persia. Turki. Cina. Gujarat. Tags: Berdasarkan berita dari Ibnu Batuta pada abad ke-14 ada Kerajaan Islam di Indonesia yang menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama dari Kaligrafibiasanya digunakan sebagai hiasan dinding, gapura, atau nisan.Batu nisan pertama yang ditemukan di Indonesia adalah batu nisan pada makam Fatimah binti Maimun dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15. Sedangkan kaligrafi pada gapura terdapat di gapura makam Sunan Bonang di Tuban, gapura makam raja-raja Mataram, Demak, dan Gowa. Menurutnya berdasarkan catatan itu ditemukan tiga buah lingga besar berhias dan angka Tahun 1386 caka. Serta ditemukan bola batu yang dibawa ke rumah residen Bondowoso pada masa lalu. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, selain di Dusun Bataan, Desa Jati Sari. Masih ada beberapa titik gumuk bata lainnya. Jakarta CNN Indonesia -- Beredar sebuah video viral penemuan nisan kuno beraksara Arab saat pekerja konstruksi sedang melakukan penggalian di. Selasa, 2 Agustus 2022. No Result . View All Result . News. All; Daerah; Dunia; Ekonomi & Bisnis MIQOTVol. XXXVI No. 1 Januari-Juni 2012 ISLAMISASI DI SUMATERA UTARA: Studi Tentang Batu Nisan di Kota Rantang dan Barus Suprayitno Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU Jl. Universitas No. 19 Kampus USU, Medan 20155 e-mail: praitno@ Manakala membicarakan tentang proses islamisasi di Indonesia, para ahli akan Berdasarkanbatu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia diperkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari - 30062931 tjahmeritjan822 tjahmeritjan822 15.06.2020 Nisan batu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia diperkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari Gujarat. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan Sultan Malik Al NoF35b. Kami ke tempat penemuan nanti malam jam WIB untuk menyaksikan langsung proses pengangkatan kembali nisanSumatera Selatan ANTARA - Arkeolog yang tergabung dalam Tim Ahli Cagar Budaya TACB Palembang, Sumatera Selatan, bakal meneliti lebih lanjut penemuan batu nisan diduga makam kuno zaman Kesultanan Palembang. Batu nisan tersebut ditemukan secara tidak sengaja oleh para pekerja PT Waskita Karya saat melakukan penggalian untuk proyek galian instalasi IPAL di kawasan 16 Ilir, Palembang, pada Rabu 12/1 dan beredar di grup media sosial whatsapp melalui video penemuan berdurasi 19 detik pada Jumat 14/1. Kepala TACB Palembang Retno Purwati di Palembang, Senin, mengatakan berdasarkan hasil rapat yang difasilitasi Dinas Kebudayaan Kota Palembang dan dihadiri oleh pihak PT Waskita Karya, tim arkeolog sudah mendapatkan izin untuk memeriksa batu nisan tersebut. Baca juga Pujakesuma dan Kesultanan Palembang bahas potensi makam raja "Kami ke tempat penemuan nanti malam jam WIB untuk menyaksikan langsung proses pengangkatan kembali nisan, sehingga bisa diperiksa lebih lanjut. Karena nisan itu telah dikuburkan lagi oleh pekerja Waskita untuk langkah pengamanan dan agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Retno yang juga arkeolog dari Kantor Arkeologi Sumatera Selatan. Menurut dia, pihaknya belum melihat secara langsung nisan tersebut sehingga belum dapat memastikan apakah benar batu nisan tersebut merupakan peninggalan zaman Kesultanan Palembang. Baca juga Benteng Kuto Besak masih sebagai pajanganKota Palembang Namun, lanjutnya, berdasarkan bentuk dan tulisan di batu nisan yang dilihatnya dalam video yang beredar dan dicocokkan dengan lokasi penemuan tersebut tidak menutup kemungkinan itu benar memang benda penting dan bersejarah. "Kemungkinan bisa saja benar karena memang lokasi penemuannya di 16 Ilir berada di dekat bekas Keraton Beringin Janggut," imbuhnya. Baca juga Meriam langka dipamerkan di museum Kota Palembang Ia memperkirakan batu nisan tersebut peninggalan masa Gede Ing Suro abad ke-16 dan abad ke-19. Sebab nisan bertipe Demak dan bertulisan menggunakan Aksara Jawi banyak ditemukan di Palembang seperti di Kawah Tengkureb, Kebon Gede dan Sabokingking. "Terlepas nantinya apakah benar nisan itu dari dulunya ada di situ atau proses karena transformasi atau pemindahan baru. Lihat nanti malam, mudah-mudahan cuaca mendukung," kata dia. Baca juga Balai Arkeologi Sumsel teliti pengaruh Hindu Budha pada makam MuslimPewarta Muhammad Riezko Bima ElkoEditor Agus Salim COPYRIGHT © ANTARA 2022 Penerbit Penerbit Buku KompasTahun terbit 2023Jumlah halaman xxiv + 352 halamanISBN 978-623-346-873-2Kedatangan bangsa Eropa di Indonesia sejak abad ke-16 hingga abad ke-20 meninggalkan banyak jejak. Mereka berasal dari beragam kelas sosial. Di antara mereka juga ada yang memilih untuk menetap di tanah Hindia Belanda dengan beragam penyebab. Ada yang disebabkan kecintaannya terhadap lingkungan di Hindia, atau telah menikah dengan Belanda yang memilih menetap di Hindia hingga akhir hayatnya kemudian dikebumikan juga di Hindia Belanda. Jejak-jejak batu nisan mereka inilah yang hingga kini dapat dilihat di perkuburan Belanda yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara di DKI Jakarta, batu nisan orang Belanda dapat ditemukan di Museum Prasasti, Museum Wayang, Gereja Sion, dan Pulau batu-batu nisan ini sering kali dianggap tidak bernilai oleh sebagian warga Indonesia. Bahkan, tidak jarang makam-makam Belanda dihancurkan dan diratakan demi pembangunan. Akibatnya, keberadaan warisan kolonial yang tak ternilai harganya pun batu nisan Belanda yang utuh dapat memberi jawaban atas asal-usul orang yang dimakamkan tersebut. Mereka bisa jadi gubernur jenderal dari masa VOC Vereenigde Oostindische Compagnie hingga zaman kolonial Hindia Belanda. Bahkan, simbol-simbol yang terpahat di atas batu nisan dapat menggambarkan kehidupan atau aliran kepercayaan yang dianut semasa sinilah pentingnya penerbitan buku berjudul Membuka Tabir Makna Batu Nisan Belanda PBK, 2023 karya Lilie Suratminto. Penulis merupakan dosen yang memiliki fokus penelitian pada sejarah hubungan Indonesia-Belanda. Lilie Suratminto telah meneliti batu-batu nisan Belanda, tidak hanya di Indonesia, melainkan juga sampai Malaysia dan beberapa wilayah kekuasaan VOC zaman ini merupakan penelitian Lilie Soeratminto yang komprehensif mengenai kehidupan dan kebudayaan kolonial di Indonesia. Berbekal kemampuan Lilie Soeratminto menguasai bahasa Belanda, mulai dari yang kuno hingga modern, membuat pembaca dapat mengetahui misteri di balik tulisan-tulisan di batu nisan Suratminto yang juga menjabat sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional ingin menjelaskan betapa pentingnya batu-batu nisan orang Belanda karena tidak hanya sebatas sebagai sumber sejarah, tetapi juga bisa menjadi wisata sejarah. Selain itu, pemerhati kebudayaan dan sejarah dapat memperhatikan kembali peninggalan batu nisan yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai bagian dari cagar budaya dan sarat makna pemakaman BelandaDahulu orang Kristen Belanda banyak yang memakamkan keluarganya di pemakaman umum atau di halaman gereja. Namun, sejak tahun 1795 kegiatan ini mulai dilarang. Hal ini sesuai dengan bahasa Belanda dari makam, yakni Kerkhof yang berasal dari kata Kerk yang artinya gereja. Makam-makam tersebut kemudian dipindahkan ke pemakaman di Europeesche Kerkhof atau Tempat Pemakaman Eropa yang terletak di Kerkhoflaan, kini dikenal sebagai Museum Taman orang Belanda pada zaman dahulu memiliki prosesi yang panjang dan sangat mahal, terlebih jika yang dimakamkan pejabat seperti gubernur jenderal. Biasanya acara pemakaman dilakukan pada malam hari sehingga para pelayat menyalakan lilin sebagai penerangan. Hal ini membuat acara pemakaman akan terlihat lebih romantis dan jauh dari kesan iring-iringan pemakaman di paling depan ada enam buah pucuk meriam karena pada saat jenazah dimasukkan ke liang lahat akan diiringi oleh tembakan salvo. Kemudian di barisan belakangnya diikuti kavaleri dan dua ekor kuda betina. Barisan kavaleri dan kedua kuda betina diiringi musik terompet dan tambur, diikuti pembawa kaus tangan, pembawa pedang, dan panji-panji orang yang belakang para pengiring tersebut berjalan kereta pembawa jenazah yang diiringi kereta-kereta para pejabat. Sejak Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn, ditetapkan jenazah harus diusung dengan kereta. Sebelumnya, peti jenazah diusung oleh para budak yang tidak kelihatan karena tertutup selubung peti mati. Akibatnya, para serdadu berlaku seolah-olah sedang mengusung pelayat yang mengiringi jenazah menggunakan mantel berwarna hitam. Warna hitam digunakan sebagai simbol dukacita. Pakaian serta peralatan upacara pemakaman telah disediakan dan disewakan oleh kerkfabryck, yaitu sebuah badan di gereja yang mengurus masalah pemakaman. Tidak hanya itu kerkfabryck juga menawarkan keuntungan mulai dari sewa tanah pemakaman, menentukan lokasi pemakaman sesuai dengan stratifikasinya, penggali kubur, dan surat duka sebagai undangan kepada itu, kerkfabryck juga mengurus peti jenazah, pembuatan lencana atau piring schenken, bahkan apabila pihak keluarga tidak ingin repot, segala acara hiburan juga diurus oleh badan tersebut. Keluarga yang ditinggalkan juga sering membagikan piring schenken yang bergambar simbol dari almarhum/almarhumah sebagai bagian dari tinggi jabatan yang meninggal akan semakin tinggi pula biaya pemakamannya. Acara pemakaman yang dianggap terlalu mewah sering kali disebut sebagai graaffeest atau pesta kematian. Saking mahalnya biaya acara pemakaman, tidak jarang keluarga yang ditinggalkan terpaksa menjual harta hanya acara pemakamannya yang mahal, tetapi juga batu yang digunakan untuk nisan bukanlah batu sembarangan. Batu-batu nisan Belanda pada umumnya dibuat dari batu gunung biru arduin atau blauwsteen atau batu pantai yang keras kuststeen yang didatangkan dari Sandras, India Selatan. Di India Selatan sendiri batu-batu jenis ini ditambang di punggung Bukit Tamil Nadu di Pantai batu-batu dari India ini didatangkan sejak zaman VOC di mana daerah tersebut dahulunya masih dikuasai Kompeni. Namun, sejak VOC bubar dan adanya perjanjian antara Inggris dan Belanda, mulai tahun 1824 batu nisan Belanda tidak lagi menggunakan batu gunung biru, tetapi menggunakan batu nisanKetika menjumpai batu nisan Belanda, masalah yang mungkin ditemukan adalah bagaimana memahami tulisan dan simbol-simbol yang tertera di atas batu nisan? Apalagi, bahasa yang digunakan adalah bahasa Belanda, mulai dari bahasa Belanda lama abad ke-17 sampai 18 dan bahasa Belanda yang baru. Selain itu, juga ditemukan simbol berupa gambar yang memiliki arti apabila diperhatikan, batu nisan sendiri memiliki informasi yang sangat berharga mengenai orang yang dikuburkan. Dari data inkripsi batu nisan Belanda dapat ditemukan informasi mengenai profesi, status sosial ekonomi, tanggal lahir, tanggal meninggal, dan usia saat informasi tersebut, batu nisan Belanda juga memuat simbol atau lambang heraldik. Menurut Lilie Suratminto kata heraldik berasal dari kata herald yang bermakna pengumuman, pembawa berita, atau petanda. Meskipun kata herald tidak ditemukan makna aslinya, istilah ini pertama-tama dikenal pada tahun heraldik di atas batu nisan juga memiliki informasi yang sangat kaya. Dalam halaman 152 publikasi ini, Lilie Suratminto menggungkapkan setidaknya ada dua hal kegunaan dari herladik. Pertama, sebagai identitas tempat lingkungan budaya di mana mereka tinggal. Kedua, lambang heraldik dapat dipergunakan untuk menelusuri sejarah keluarga dan asal-usul nenek moyang atau umum, lambang heraldik yang lengkap terdiri atas puncak lambang, helm berteralis untuk kaum bangsawan, baju zirah kadang dengan kalung liontin salib atau lambang lain, perisai, dan moto. Gambar perisai biasanya dibagi menjadi empat bidang dengan garis pembagi berupa salib. Bidang sebelah kanan disebut sebagai dexter dan sebelah kiri disebut sinister. Kedua bidang tersebut memiliki simbol yang saling berkebalikan sehingga menunjukkan heraldik yang dipasang biasanya memuat lambang keluarga, lambang-lambang pekerjaan semasa hidup, serta lambang-lambang yang erat hubungannya dengan doa-doa untuk yang sudah wafat. Lambang-lambang yang menyiratkan doa erat hubungannya dengan perjalanan almarhum/almarhumah menghadap Sang Pencipta. Tidak jarang juga lambang-lambang doa tersebut juga menjadi penghiburan bagi keluarga yang nisan Belanda pada umumnya menampilkan lambang vegetal atau tumbuh-tumbuhan, misalnya bunga teratai, bunga mawar, dan daun sulur yang distilir. Ada juga lambang heraldik yang menampilkan lambang hewan, misalnya kuda, anjing, kucing, unggas, dan lambang heraldik pun tidaklah sembarangan. Salah satu contohnya Cornelis Willemse Vogel yang terletak di Pulau Onrust. Lambang heraldik dari makam tersebut adalah seekor ”burung”. Burung dalam bahasa Belanda disebut vogel sesuai dengan nama yang dimakamkan. Oleh karena itu, lambang burung sendiri dapat diartikan sebagai roh atau kemampuan untuk berkomunikasi dengan Tuhan untuk masuk ke tempat yang lebih heraldik inilah yang menjadi daya tarik dari batu-batu nisan Belanda. Simbol yang digambarkan bukanlah gambar sembarangan, tetapi memiliki arti khusus sendiri. Untungnya Lilie Suratminto menuliskan makna dari setiap lambang yang ditemukan selama penelitian berlangsung sehingga publikasi kali ini tidak hanya menjadi pengenalan awal terhadap sejarah batu nisan Belanda, tetapi juga sebagai buku panduan untuk memahami batu nisan orang Belanda. Martinus Danang Pratama Wicaksana/Litbang Kompas Palembang ANTARA - Tim Arkeolog Kantor Arkeologi Sumatera Selatan melakukan penelusuran ke empat kawasan di Kota Palembang untuk mencari nisan kuno lain yang ditemukan dari aktivitas penggalian untuk Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL di wilayah Pasar 16 Ilir. Arkeolog Kantor Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwati di Palembang, Sabtu mengatakan, penelusuran itu dilakukan di kawasan yang meliputi Kecamatan Gandus, Jakabaring, OPI dan Mata Merah Kecamatan Kalidoni, Palembang. Arkeolog menyakini dimungkinkan ada nisan yang terbawa bersama pembuangan tanah galian IPAL tersebut sebagaimana yang mereka temukan sebelumnya. Baca juga Kantor Arkeologi Sumsel rekomendasikan 6 nisan kuno dikonservasi "Keempat kawasan tersebut diketahui merupakan tempat dibuangnya tanah-tanah galian IPAL dari wilayah Pasar 16 Ilir," kata dia. Menurut dia, berdasarkan pengalaman sebelumnya dua dari enam nisan kuno yang berasal dari kawasan Pasar 16 Ilir tersebut ditemukan dilokasi pembuangan tanah bekas galiannya, yaitu di Tanjung Bakia, Tanjung Barangan, Palembang pada Rabu 19/1 malam. Sehingga temuan itu menjadi rujukan tim arkeolog melakukan penelusuran tersebut. "Sebagai langkah kami selanjutnya. Kami membagi tim peneliti untuk menelusuri kawasan berbeda, tempat dibuangnya tanah galian IPAL itu. Rencananya kemarin mau kesana, tapi karena ada kendala, maka baru mulai dilakukan pekan depan," kata dia. Baca juga Arkeolog bakal teliti batu nisan diduga makam kuno di Palembang Adapun sebelumnya Kepala Kantor Arkeologi Sumsel Wahyu Rizky Andifani mengatakan, timnya sudah menyelesaikan penelitian awal terhadap enam buah batu nisan kuno dari kawasan Pasar 16 Ilir tersebut. Hasilnya menjadi rekomendasi kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dan Dinas Kebudayaan Kota Palembang untuk melakukan tindakan konservasi lebih lanjut terhadap enam buah batu nisan kuno tersebut sebab mengandung unsur sejarah sebagai benda cagar budaya. Berdasarkan penelitian tahap pertama dan kajian literasi sejarah Palembang, diketahui pemilik enam nisan tersebut merupakan sebuah keluarga tetua muslim dan diduga merupakan keturunan pangeran. Baca juga Tolak IPAL di lokasi bersejarah, warga Banda Aceh surati Menteri PUPR ​​​​​Pengelola Data Arkeologi Inskripsi Arab kantor Arkeologi Sumatera Selatan Naf'an Ratomi mengatakan, inkripsi dari enam nisan tersebut terdiri dari aksara- bahasa Arab dan melayu. Masing-masing seperti misalnya pada nisan pertama terdiri dari empat baris yang bertuliskan Faqod intiqolat Ila rahmatillahil abror Niaji nadibah binti abdu Al aziz falembani atau maka telah berpulang ke rahmatullah dengan baik Niaji Nadibah anak perempuan Abdul Aziz dari Palembang. Pada nisan kedua terdiri dari lima baris, bertuliskan Faqod intiqol Ila rahmatillah Al malikul abror al marhum Haji abdurrahman raja Ismail atau maka telah berpulang ke rahmatullah raja yang baik Almarhum Haji Abdurrahman Raja Ismail. Lalu nisan ketiga terdiri dari empat baris yang bertuliskan Faqod intiqolat Ila rahmatillahil abror niaji rosyidah Binti haji abdurrahman raja Ismail Palembang atau telah berpulang ke rahmatullah dengan baik Niaji Rosyidah anak perempuan Haji Abdurrahman Raja Ismail dari Palembang. Nisan keempat terdiri dari empat baris Wakana wafatuhu Yaumil isnain ۸ Robi’ul Akhir Sanah ۱۳۲۲ atau Dan adapun wafatnya pada hari Senin, 8 Robiul Akhir Tahun 1322 H. Nisan kelima terdiri dari enam baris Berpindahlah Kepada rahmatullah Perempuan nama nur’aini Binti haji abdurrahman Kepada dua hari bulan Rabiul awal atau Telah berpulang ke rahmatullah perempuan bernama Nur’aini anak Perempuan Haji Abdurrahman pada Tanggal 2 Bulan Robi’ul Awal. Kemudian terakhir pada nisan keenam terdiri dari empat baris bertuliskan Hijratun nabi sholla Allahu alaihi wa sallam Wa kana wafatuha khomsatu wa’isrina Al qo’idah Sanatu tsala miatun waasyro Ba’da alpun ۱۳۱۰ atau Dan adapun wafatnya pada 25 Dzulkaidah Tahun 1310 Hijriah. "Aksara dan bahasa itu menggunakan bahasa arab dan bahasa melayu. Dari enam nisan yang sudah kami temui satu-satunya yang menggunakan bahasa melayu adalah nisan ke-lima, kemudian dari identifikasi ia adalah perempuan," kata dia. Dimana batu nisan tersebut ditemukan secara tidak sengaja oleh para pekerja PT Waskita Karya saat mereka melakukan penggalian untuk proyek galian instalasi IPAL dikomplek pertokoan Tengkuruk Permai Blok C, 17 Ilir atau diwilayah sekitar Pasar 16 Ilir Palembang, pada 12/1 dan beredar di grup media sosial whatsapp melalui video penemuan berdurasi 19 detik pada Jumat 14/1. Kemudian berdasarkan rapat yang difasilitasi Dinas Kebudayaan Palembang dan dihadiri tim arkeolog dan pihak PT Waskita Karya pada Senin 17/1 pagi, disepakati untuk dilakukan pengangkatan kembali pada Senin 17/1 malam. Hal tersebut dikarenakan nisan-nisan itu telah dikuburkan lagi oleh pekerja Waskita untuk langkah pengamanan dan agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dari penggalian ulang di lokasi itu tim tersebut kemudian berhasil mengangkat empat buah batu nisan dan dua nisan lainnya ditemukan di Tanjung Bakia, Tanjung Barangan, Palembang pada Rabu 19/1 malam, lokasi ini merupakan tempat dibuangnya tanah galian proyek IPAL tersebut. Hingga akhirnya saat ini keenam nisan tersebut disimpan di Dinas Kebudayaan Kota Palembang. Pewarta Muhammad Riezko Bima ElkoEditor Heru Dwi Suryatmojo COPYRIGHT © ANTARA 2022 - Semakin hari, politik bikin manusia Indonesia bertindak aneh. Di Bone Bolango, Gorontalo, misalnya, dua kuburan harus dipindahkan gara-gara keluarga jenazah berbeda pilihan caleg dengan pemilik tanah yang masih punya hubungan keluarga. Kasus ini jelas mengoyak rasa kemanusiaan dan menepikan makna penting kuburan dalam jagad kebudayaan Indonesia. Leluhur kita memandang kuburan bukan sekadar gundukan tanah dan tempat menimbun orang mati. Bila kuburan dianggap sepele, tidak mungkin para cendekiawan Jawa masa lampau menelurkan sinonim kuburan lebih dari lima, yakni kramatan, makaman, hastana, pasarean, dan jaratan. Sederet sinonim ini tertuang pada koran Darmo Kondo yang terbit di permulaan abad ke-20, yang saya telusuri di Perpustakaan Nasional lama lantai 8. Catatan yang lebih lawas, Babad Tanah Jawa, juga melukiskan kesakralan makam sebagai pusaka keraton "Betapa sedihnya hati saya bahwa semua pusaka telah diambil oleh putera saya raja Amangkurat Mas. Tetapi, saya tahu bahwa sekalipun semua barang pusaka yang lain pun diambil, namun kalau saja Masjid Demak dan Makam Adilangu tetap ada, maka itu sudah cukup. Hanya dua inilah yang merupakan pusaka sejati Tanah Jawa." Agama dan Makam Saking lekatnya relasi antara agama dengan makam, kakek moyang kita tak segan pula menaruh makam berdekatan dengan ruang sembahyang. Lihat saja di sekitar masjid Kota Gedhe, disemayamkan jasad para peletak dasar kerajaan Mataram Islam, yakni Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senapati, dan Sunan Seda ing Krapyak. Selain itu, dijumpai pula makam Sultan Hamengku Buwana II, Pangeran Adipati Pakualam I, serta sejumlah besar makam keluarga raja Mataram lainnya. Dalam struktur ruang Keraton Plered 1625-1677 yang didirikan Sultan Agung, Inajati Andrisijanti dalam Arkeologi Perkotaan Mataram Islam 2001 juga menemukan makam kuno di sebelah barat reruntuhan masjid. Kenyataan ini membuktikan bahwa kombinasi masjid dengan makam menandakan orang Jawa begitu menghormati jasad manusia. Sekalipun raganya sudah berkalang tanah, tapi ruhnya diyakini masih hidup dan membersamai ngemong anak-cucunya dalam menentukan garis nasib di alam nyata. Makam bayi trek-trekan yang bercokol di bekas masjid juga dirawat dengan baik. Realitas ini dapat ditemukan di Kauman, Mangkunegaran Surakarta. Kala tertentu, sebagian orang masih menziarahi makam yang berada di dalam bengkel itu. Penduduk setempat tak berani mengutak-atik, terlebih meratakannya dengan tanah. Diyakini, yang dikubur di sini ialah buah hati Gusti Mangkunegara IV. Keterangan lisan ini ternyata cocok dengan fakta yang tersurat dalam Babad Lêlampahanipun Radèn Mas Arya Gôndakusuma MN IV 1853-1881 “Kala kagungan putra kaping 14 miyos putri, seda sareng kalihan ibu, ing malem Jumuwah Kaliwon, wanci jam 3 tanggal kaping 27 wulan Sapar, ing tahun Jimakir, ongka 1778. Layonipun raden ayu wau kasareaken ing ardi Mangadeg, putrinipun wonten ing Masjid Kauman bebasnya “Ketika melahirkan anak yang ke 14, yang meninggal bersama ibunya, di malam Jumat Kliwon, pukul 3 tanggal 27 bulan Sapar, tahun Jimakir, 1778. Jenazah raden ayu disemayamkan di Ardi Mangadeg, putrinya di Masjid Kauman Ler.” Penggal informasi tersebut menjelaskan bayi yang meninggal kala lahir tidak dimakamkan di kuburan umum, melainkan tak jauh dari tempat tinggal orang tuanya. Dalam pandangan orang Jawa, bayi yang tutup usia ini dianggap masih membutuhkan “bimbingan” orang tua, sehingga tidak bisa dijauhkan dari rumah. Pertanyaannya kemudian, bagaimana strategi agar kuburan tidak hilang atau rata dengan tanah? Tempo dulu, kelompok bangsawan, priyayi, dan wong cilik belum mengenal nisan untuk menandai kuburan supaya tidak hilang, sekaligus membubuhkan nama jenazah bersangkutan. Agar kuburan tidak ditumpuk oleh orang lain maupun lenyap di kemudian hari, cukup diberi penanda batu hitam sederhana atau kijing. Perayaan ngijing alias ritual pemasangan batu dikerjakan oleh keluarga dan harus mengikuti aturan, yakni pada acara nyewu atau peringatan seribu hari meninggalnya orang yang dikubur tersebut. Jika prosesi ngijing nekat dilakukan seketika itu juga atau pada perayaan seratus hari, mereka khawatir tanah kuburan bakal jeglong mencekung lantaran jasad orang yang meninggal belum hancur dan menyatu dengan Akulturasi Kuburan juga jadi medan akulturasi yang ampuh dalam tradisi Nusantara. Nisan sebagai pelengkap kuburan di Indonesia sebenarnya hasil pengaruh dari kebudayaan orang Eropa yang datang ke Nusantara. Dalam Kamus Umum Belanda-Indonesia 2001 anggitan Wojowasito, yang dimaksud batu nisan ialah kata grafzerk “batu kubur/nisan yang dibaringkan di atas makam. Menurut Lilie Suratminto dalam Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia 2008, batu nisan ditemukan sepanjang periode VOC berada di Nusantara 1616-1799. Istilah nisan, menurut Dirk van Hinloopen Labberton 1934, seorang amtenar kolonial yang banyak meneliti tradisi Indonesia, berasal dari bahasa Arab "nisyan", yang bermakna tonggak di atas makam Islam. Setelah diusut lebih jauh dalam berbagai kamus Arab, ternyata tiada ditemukan lema nisyan. Memang tidak dikenal terminologi nisan dalam budaya Arab. Orang yang dikebumikan lazimnya tidak dikasih tanda batu nisan laiknya di Indonesia. Muncul dua penafsiran atas istilah nisan. Pertama, “nisan” merupakan turunan kata nasiya “lupa” kata kerja, sementara kata bendanya nasyanaan atau nisyaanan. Ringkasnya, biar tidak lupa pada makam yang wafat, ditaruh tanda nasyaanan nisyaanan. Tafsir kedua, lema nisan bermuasal dari kata al insan manusia’, sebab antara kata insan dan nisyaanan begitu dekat. Terdapat ungkapan dalam bahasa Arab Summiyal insanu li nisyanihi. Artinya, Dia dikatakan manusia lantaran bersifat lupa. Selarik ungkapan lainnya Al insan mahallul khatta’ wa nisyan. Kalimat tersebut memuat arti bahwa manusia itu memiliki kecenderungan salah dan lupa. Infografik Makam Bila kita cermati, tampaknya tafsir terakhir lebih mendekati kebenaran, yakni kata “nisan” bermula dari kata insan, lantas berubah menjadi “nisan”. Perubahan itu diduga kuat lantaran adanya gejala bahasa metatesis, yaitu perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata. Semisal, riwa-riwi bersalin menjadi wira-wiri, dan rontal bersalin lontar. Demikian pula sangat mungkin perubahan letak i dan n dalam insan dan nisan. Dari kilas balik ini, kita disadarkan bahwa kuburan komplit dengan nisan maupun kijing bukan sekadar penanda identitas dan status sosial orang yang dikubur, tapi juga bentuk penghormatan manusia yang hidup kepada mereka yang telah meninggal. Sepanjang sejarah, kuburan hampir tidak pernah dikorbankan dalam jagat politik dan dirusak. Banyak orang takut kualat jika bertindak demikian. Makam justru dirawat melalui tradisi budaya nyadran yang mewarisi sisa kepercayaan animisme-dinamisme. Ringkasnya, ritual nyadran bukanlah ajang hura-hura atau berbau klenik, namun mengingatkan akan kematian dan memosisikan kuburan sebagai bukti sejarah. Di samping berpotensi untuk obyek wisata religi, kuburan dan batu nisan mampu meronce tali sejarah keluarga agar tidak terhapus dalam ingatan generasi sesudahnya. Barangkali hanya di Indonesia, kuburan masih saja kena imbas perpecahan politik.==========Heri Priyatmoko adalah dosen sejarah di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan pendiri Solo Societeit. - Sosial Budaya Penulis Heri PriyatmokoEditor Ivan Aulia Ahsan Salah satu teori tentang masuknya agama Islam ke Nusantara adalah teori Gujarat. Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel. Dengan demikian, Berdasarkan batu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia, di perkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari Gujarat/India.

berdasarkan batu nisan kuno yang ditemukan di indonesia